Posted by : Fahri Tri Setio Minggu, 10 Maret 2013


Malem semuanya :)

Tadi ada yang nonton Hitam Putih di Trans 7 ga ? yang nonton pasti tau siapa itu Wahyudin :p

Yang belum tahu jangan bingung, karena saya akan posting tentang si Pemulung Ganteng / Wahyudin :)



Dah nonton TV belom hari ini ? yang nonton Hitam Putih atau apa lupa nama acaranya pasti tahu kan tentang Wahyudin ? tapi biar lebih jelas lagi saya akan posting :) yang belum tahu silahkan dibaca :p

Apasih yang kalian ketahui tentang pemulung ? pasti dekil, bau, jorok, gembel ? 
Wajar lah kalau kalian bilang begitu, tapi ga semuanya lho :) Wahyudin ini beda dari yang lain pikirkan, mau tau bedanya ? di simak :p 

Wahyudin namanya, seorang pemuda berusia 21 tahun yang memilih untuk menjadi pemulung sejak berusia kanak-kanak dikarenakan kondisi keuangan keluarganya. Yang membuat hal ini menjadi heboh adalah bahwa ternyata Wahyudin memiliki paras yang cukuptampan untuk ukuran seorang pemulung. Penampilannya di kala memulung pun selalu rapi dan enak dilihat. Tak heran ia menjadi sosok primadona yang selalu ditunggu dan dipuja-puja para Pembantu Rumah Tangga dan anak-anak gadis di komplek Taman Laguna Bekasi, tempat Wahyudin biasa memulung sampah.


“Ada cerita lucu. Setiap waktu dia suka mengambil sampah di komplek Laguna selalu digodain sama pembantu-pembantu muda,” ujar salah satu pemilik rumah tempat Wahyudin memulung sampah, Elma Sungkar (42).

Elma menceritakan, Wahyudin yang selalu diteriaki ‘Ganteng-ganteng’, sampai-sampai mendapat julukan ‘Mas Ganteng’.

“Dia sampai dibilang mas-mas ganteng. Abis mukanya mirip artis, siapa yang sangka kalau dia pemulung,” ujarnya.

Menurutnya Wahyudin merupakan salah seorang pemuda yang inspiratif bagi remaja-remaja di kawasan tempat tinggal. Selain ganteng, menurutnya perilaku Wahyudin juga sopan dan santun.

“Untuk standar sebagai pemulung kan dia di atas rata-rata. Bersih, santun, orang nggak bakal nyangka. Dia itu inspiratif banget, banyak orang yang perhatian dengan dirinya,” kata Elma.

Wahyudin memutuskan untuk memulung sejak kelas 4 SD. Hal inni dikarenakan ia takut akan kelangsungan masa depannya mengingat keterbatasan orang tuanya. Ayahnya adalah seorang petani penggarap biasa. Namun hal ini tak lantas membuatnya berputus asa.

“Awalnya ketika saya kelas 4 SD, saya mulai merasa tidak mungkin bisa sekolah sampai SMP,” ujar Wahyudin.

Wahyu, terlahir dari ayah berputra 5 yang berpoligami, Mija (60) dengan Fatmawati (38), yang menjadi istri kedua, pada 12 Desember 1991 di Bekasi. Wahyu adalah sulung dari 3 bersaudara. Ayah dan ibu Wahyu adalah petani yang menggarap lahan kosong milik orang lain. Dengan kondisi itu, orang tuanya sibuk memenuhi kebutuhan perut Wahyu dan saudara-saudaranya. Sekolah pun tidak menjadi prioritas.

Saat kelas 4 SD itu Wahyu mulai khawatir tidak bisa sekolah. Ketika itu ia pun mulai menabung uang jajannya agar bisa sekolah.

Begitu memasuki bangku SMA, Wahyudin lantas berinisiatif mengirimkan proposal untuk Tuhan. Demi mewujudkan impiannya untuk melanjutkan studi ke jenjang S-1. Ia percaya bahwa Tuhan akan mengubah nasib siapapun yang mau berikhtiar dan berdoa. Menurutnya pemulung bukanlah pekerjaan hina. Dan dia ingin menunjukkan bahwa pemulung bisa berpendidikan tinggi.

Rencana masa depannya untuk kuliah ia tuangkan dalam bentuk tulisan dan gambar. Kemudian tulisan dan gambar itu dipajang di kamarnya. Dia memperhitungkan untuk mendapat biaya masuk kuliah harus mengeluarkan uang Rp 7 juta. Sementara tabungan yang ia miliki hanya Rp 2 juta.

“Artinya saya harus kumpulkan 3 truk sampah. Di situ saya gambar dan saya tulis, saya tujukan kepada Allah. Saya yakin kalau proposal saya dikabulkan oleh Allah pasti saya bisa kuliah,” imbuhnya.

Wahyu pun berikhtiar hingga akhirnya, tak sampai 3 tahun, dia bisa berkuliah tahun itu juga. Ada beberapa orang yang bersimpati kepada Wahyu sampai akhirnya bersedia membantu biaya kuliahnya.

“Pas itu ada beberapa tetangga saya yang dermawan, mereka membantu saya untuk bisa kuliah. Karena kaget saya diberi bantuan saya langsung teriak-teriak ke ibu saya, ‘Emak, Wahyu bisa kuliah’,” ujar Wahyu.

Sampai akhirnya ketika kuliah dia masih terus melanjutkan profesi memulung. Dia memilih kuliah di Universitas Muhammadiyah Prof Dr HAMKA (Uhamka) di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

“Saya udah nggak kepikiran kampus mana, karena tahun ajaran kuliah sudah mau ditutup. Jadi saya pilih di Uhamka jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi karena sudah gelombang terakhir juga,” paparnya.

Hasil memulung antara Rp 30 ribu-Rp 50 ribu per hari, plus menjual gorengan cukup membantu Wahyu untuk kuliah. Ditambah, dia mendapatkan beasiswa dari kampusnya dan Disdik DKI. Ada pula kerabat yang bersimpati dan membantu biaya kuliahnya. Tak hanya biaya kuliah, Wahyu terkadang juga dikasih barang-barang seperti gadget hingga jam tangan. Tak heran, penampilan Wahyu tampak necis.

Terkadang Wahyu juga menyisihkan uangnya membantu menopang hidup keluarga. Kini, Wahyu sudah berhasil melalui sidang skripsi yang berjudul “Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bekasi’. Rencananya ia akan diwisuda pada bulan Desember 2013.

Dan bila kamu menginginkan sesuatu, semua unsur semesta akan berkonspirasi membantumu untuk mewujudkannya," demikian kutipan novel The Alchemist karya sastrawan Paoelo Coelho


Gimana menurut kalian tentang Wahyudin ? Mungkin cuma itu yang bisa saya kasih tentang Wahyudin :p 
Makasih telah berkunjung kembali, sering2 mampir :p


Byeee, Malem :) Sugeng ndalu

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Selamat membaca :) Semoga terhibur dan bermanfaat

Translate

My Linkedin

Follow My Instagram

Instagram

Popular Post

Followers

Total Pageviews

FahriTS. Diberdayakan oleh Blogger.

Daftar Isi

- Copyright © 2013 Fahri Tri Setio -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -